PesMa_IC
Sejenak bersama dalam Da'wah Ilahiyah

Strategi (Perang) Bank Dunia

Go Rin No Sho adalah buku hasil perenungan Musashi, pendekar samurai dan ahli strategi perang dari Jepang di akhir hayatnya. Seperti kitab strategi perang Sun Tzu, The Art of War atau Seni Berperang, buku yang kemudian diterjemahkan menjadi A Book of Five Rings atau Kitab Lima Cincin itu pun telah menjadi ‘kitab suci’ kalangan pebisnis dan eksekutif di Amerika Serikat, Jepang dan seantero jagad di era modern ini.

Tak terkecuali pemerintahan George Walker Bush. Tampaknya ia tak main-main dengan taktik perang ala ‘pendekar’ dari Cina dan Jepang itu. Bukan hanya teori yang diserap, bila perlu langsung menempatkan ahli strategi militer sekaliber Paul Wolfowitz sebagai calon presiden Bank Dunia. Orang pun cepat menduga, Bush yang baru saja menginvasi Irak, ingin melebarkan sayap ‘imperialisme’-nya.

AS, setelah Uni Soviet runtuh, praktis menjadi kekuatan (militer dan politik) tunggal yang tak ada tandingannya. Kemenangan sudah pasti di tangan. Tapi, bila ingin lebih digdaya lagi terhadap dunia ketiga, AS harus menguasai ekonominya. Bisa juga di balik, bila ingin ‘menguasai’ suatu negara, kuasailah ekonominya terlebih dulu. Itulah strategi imperialis gaya lama yang diterapkan Portugis dan Belanda saat menjajah Indonesia lewat penuasaan rempah-rempah.

Lembaga keuangan multilateral produk Bretton Woods itu, sejak didirikan 61 tahun lalu telah menjadi ‘hak’ AS untuk menentukan presidennya. (Sedangkan IMF menjadi ‘hak’ negara-negara Eropa). Medium inilah yang kini ingin dimanfaatkan Bush untuk menyokong aksi ‘imperialis’ terhadap (ekonomi) negara dunia ketiga. Toh, aksi militer di Irak, misalnya, meski dibungkus alasan senjata pemusnah massal yang membahayakan keamanan dunia --diakui atau tidak-- sesungguhnya adalah demi oil for US: ekonomi juga.

Bank Dunia (dan IMF) --diakui atau tidak—sejatinya juga ditujukan untuk ‘menguasai’ negara-negara Selatan. Ini pula yang menjadi keprihatinan masyarakat internasional yang kemudian menimbulkan protes di kota-kota besar di seluruh dunia, termasuk Jakarta, pada ulang tahun Bank Dunia ke-60, tahun lalu. Isu yang mereka usung adalah menghentikan imperialisme utang ala Bank Dunia. Sebut saja, jaringan masyarakat internasional itu; A SEED Europe, Jubilee USA Network, dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) di Jakarta.

Mereka memprotes Bank Dunia mendanai proyek-proyek di banyak negara yang kenyataannya justru menyengsarakan rakyat di negara itu. Itu belum termasuk ekses yang ditimbulkannya, seperti kerusakan lingkungan, korupsi, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan bahkan kemiskinan yang tak kunjung terselesaikan. Dan, menurut Jatam, yang paling penting adalah dalam enam dekade kehadiran Bank Dunia, ternyata tak satu pun negara yang mampu melepaskan diri dari cengkeraman Bank Dunia –untuk tidak menyebutnya makin terperosok ke dalam krisis utang yang berkepanjangan. Indonesia, Brazil, Peru, Ekuador adalah contohnya.

Jadi, dengan atau tanpa ahli strategi perang Irak, yang mantan dubes AS untuk Indonesia itu, Bank Dunia tak ayal, sesungguhnya telah menjelma menjadi kekuatan imperialis utama dunia abad ini menggantikan model lama yang konvensional dan amat kentara kolonialnya itu. Kita bisa salah menduga, penempatan Paul Wolfowitz sebagai presiden Bank Dunia itu sebagai tamsil Bush tentang strategi perangnya Sun Tzu atau Musashi agar nafsu imperialis tak terlalu kentara atau malah agar makin hebat? Bukankah, salah satu kunci kehebatan Sun Tzu dan Musashi adalah sikap sederhana dan rendah hati untuk bermain bersih? q rizagana
Dimuat di Investor Daily, edisi 5 April 2005 halaman 24
Rubrik RASAN
0 komentar:

Posting Komentar

Recent Comments

تقويم الهجري

jam piro kang?

Followers


Name :
Web URL :
Message :

Recent Posts